Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Sekolah
kami terletak dipinggiran pulau jawa, bisa dikatakan jauh dari hiruk pikuk
ramainya perkotaan. Jumlah siswa kami ± 300 siswa, yang notabane nya sekitar
65% anak-anak
yang 'mandiri' karena hanya ditemani oleh kakek-neneknya. mereka anak2 yang
ditinggal merantau ke kota besar, ke luar pulau dan keluar negeri. Logiskah
mengharapkan kakek-nenek renta mereka untuk mengawasi cucunya yang keranjingan
teknologi? Walaupun sebagian orang termasuk Anda mengatakan bahwa TI hanyalah
sebuah 'tool' saja, namun memanfaatkan tool (TIK) untuk menghasilkan 'sesuatu'
kemudian mengemasnya dan memasarkannya (semisal menulis karya kemudian
memuatnya di dalam blog) juga termasuk bagian dari pembelajaran. Terkait
implementasi TIK pada kurikulum 2013 yang integrated dengan semua mapel,
menurut pandangan saya untuk saat ini adalah jauh panggang daripada api. Di
samping dalam kurikulum 2013 sendiri tidak dijelaskan secara detail apa dan
bagaimana bentuk integrasi tersebut, juga terlebih karena kemampuan IT para
guru2 kita sangat kurang. Masih ingatkah ketika ada program UKG online untuk
guru2 tahun 2012..? Hem, saya kebetulan ikut membimbing guru yang akan test UKG
saat itu, hem alih-alih melatih ketrampilan mengoperasikan, duduk di depan
komputer dengan tanan kanan memegang mouse saja, mejanya ikut bergetar karena
gapteknya mereka. Kualitas IT guru semacam itukah yang diharapkan pemerintah
untuk menjadi agen pengintegrasian TIK dalam mapel? Hem, jelas mimpi di siang
bolong.
Tepatnya tahun 2013 adalah
tahun dimana adanya perubahan kurikulum yg semula KTSP ke Kurikulum 13( K13). Dimana
dalam K13 itu MaPel TIK di hapus (DEL) oleh kebijakan Kemdikbud, dengan alasan :
- “Anak TK dan SD saja sudah bisa internetan…”
- TIK / KKPI bisa integratif (terintegrasi) dengan mata pelajaran lain
- Pembelajaran sudah seharusnya berbasis TIK (alat bantu guru dalam mengajar), bukan TIK/KKPI sebagai Mata Pelajaran khusus yang harus diajarkan
- Jika TIK/KKPI masuk struktur kurikulum nasional maka pemerintah berkewajiban menyediakan Laboratorium Komputer untuk seluruh sekolah di Indonesia, dan pemerintah tidak sanggup untuk mengadakannya
- Banyak sekolah yang belum teraliri LISTRIK, jadi TIK/KKPI tidak akan bisa diajarkan juga disekolah
Jika alasannya karena “Anak TK / SD
sudah bisa main game dikomputer dan berinternet ria”, maka jika ada yang
berpendapat Anak TK/SD pun sudah bisa berbahasa Indonesia karena mereka adalah
orang Indonesia, jadi tidak perlu lagi ada Pelajaran Bahasa Indonesia. di TK/SD
atau tidak perlu lagi ada pelajaran Olahraga karena cukup kasih bola atau
buatkan selorotan maka anak sudah berolah raga. Benar nggak?
Darimana anak TK/SD bisa main game dan berinternetan ? Bagaimana
cara memanfaatkan TIK dengan baik dan benar ? Bagaimana etika penggunaan TIK
dst… sulit bahkan tidak bisa didapatkan mereka dengan autodidak. Benar nggak?
Pernahkah
pemangku kebijakan diatas terjun ke sekolah pinggiran, bergaul dg
anak-anak yang menganggap gadged canggih hanyalah sebuah mimpi.?
Anda tidak
pernah tahu, bagaimana gemetarnya ujung jari anak-anak pelosok ketika menyentuh
mouse. Anda mungkin belum pernah melihat, bagaimana berebutnya anak-anak ketika masuk
ruang lab komputer di sekolah. Anda tidak pernah merasakan bagaimana hausnya
anak-anak di pinggiran tentang IT. Menurut pandangan saya untuk saat ini TIK
masih perlu di ajarkan sebagai sebuah mapel tersendiri. Penyebaran pemanfaatan
IT secara tetap dalam sebuah mapel di kurikulum dan diperlukan setidaknya hingga
saat ini. Sisi lain pembelajaran IT disekolah adalah jaminan adanya seorang
wasit (baca: guru) yang akan mengawasi dan mengarahkan penggunaan IT secara
benar baik etikanya maupun kontennya. Tanpa seorang guru TIK yang membimbing
mereka, penyalahgunaan TIK oleh anak-anak akan semakin besar....!
Sekian keluh
kesah guru TIK korban kebijakan pemerintah.
Wassalamu’alaikum
wr.wb.
bagi pembaca silahkan, monggo2 mengomentarinya
BalasHapus